JAKARTA, KOMPAS.com - Pernikahan seharusnya menjadi sesuatu yang sakral dan diharapkan bisa berlangsung seumur hidup.
Namun, prinsip ini ternyata tidak berlaku untuk semua orang. Beberapa oknum warga negara asing (WNA) justru menggunakannya untuk memiliki lahan di Bali.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan, beberapa oknum WNA ini sengaja menikah dengan WNI, khususnya warga lokal Bali. Cara ini dilakukan untuk menyiasati aturan yang membatasi hak atas tanah oleh WNA di Indonesia.
"Saya perlu mengingatkan ini dan kita harus urusi ini dengan serius. Penduduk lokal ini dimanfaatkan oleh WNA kawin, untuk mempermudah pengalihan kepentingannya, yaitu penguasaan aset," kata Koster, Rabu (28/6/2023).
Hal ini ia sampaikan saat memberikan jawaban pandangan umum terhadap fraksi pada Raperda tentang haluan pembangunan Bali masa depan, 100 tahun Bali Era Baru 2025-2125 pada sidang paripurna ke-23 di Kantor DPRD Bali.
Baca juga: WNA Bisa Beli Rumah di Bali, Sekian Harga Minimalnya
"Dan ini berbahaya terhadap Bali masa yang akan datang, kawin sebentar, cerai. Kawin sebentar, cerai. Kawin sebentar, cerai, akhirnya kita akan menghadapi masalah ke depan. Tanahnya sudah dimiliki jadinya," sambungnya.
Koster mengaku sangat prihatin dengan fenomena tersebut karena dapat merusak moral dan warisan budaya di Bali.
"Pemanfaatan penduduk lokal Bali oleh WNA, semakin meningkat untuk kepentingan penguasaan aset yang berimplikasi pada ancaman semakin tingginya ahli fungsi dan kepemilikan lahan, serta terjadinya degradasi moral masyarakat," kata dia.
Menyikapi hal ini, Koster bakal mengumpulkan para bupati dan wali kota se-Bali untuk membahas permasalahan ini.
Dia berencana melarang WNA memiliki aset dengan modus ini di Bali. Mereka bisa berbisnis, tetapi dengan sistem kerja sama atau sewa lahan warga setempat.
"Melarang WNA memiliki atau menguasai lahan di Bali, secara langsung dan tidak langsung, yaitu dengan memanfaatkan status perkawinan dengan krama lokal Bali. Ini harus kita kendalikan," kata dia.
Aturan kepemilikan lahan WNA
Pemerintah sendiri telah memberikan kabar baik kepada WNA soal kepemilikan properti di Indonesia.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penerapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah.
Dikatakan, terdapat dua jenis hunian yang dapat dibeli oleh WNA yakni rumah tapak dan rumah susun.
Rumah tapak yang bisa dibeli harus masuk dalam kategori rumah mewah dan hanya diperbolehkan memiliki satu bidang tanah per orang/keluarga dengan luas maksimal 2.000 meter persegi.
Baca juga: Mayoritas dari Bali, 10 Resor Pantai Terbaik di Indonesia
Sementara untuk rumah susun yang dapat dibeli oleh WNA merupakan rumah yang masuk kategori rumah susun komersial.
Syarat yang harus dipenuhi pun terbilang mudah. WNA untuk memiliki rumah tempat tinggal atau hunian dipermudah yaitu cukup dibuktikan dengan memiliki visa, paspor, atau izin tinggal.
Bila WNA pemilik rumah meninggal dunia, maka hunian yang ia miliki dapat diwariskan kepada ahli waris.
Status kepemilikan rumah yang dimiliki oleh para WNA adalah hak pakai atau hak pakai di atas hak milik atau hak pakai di atas hak pengelolaan.
Nah, bagi warga negara Indonesia (WNI) yang melaksanakan perkawinan dengan WNA dapat memiliki Hak Atas Tanah yang sama dengan WNI lainnya.
Namun, Hak Atas Tanah tersebut bukan merupakan harta bersama yang dibuktikan dengan perjanjian pemisahan harta antara suami dan istri yang dibuat dengan akta notaris.
(Sebagian isi artikel disadur dari artikel milik Kontributor Bali, Yohanes Valdi Seriang Ginta yang dimuat di Kompas.com).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Nikahi Warga Lokal Jadi Strategi WNA Kuasai Lahan di Bali, Bagaimana Aturannya? - Kompas.com - KOMPAS.com
Kelanjutan artikel disini