Rechercher dans ce blog

Jumat, 19 Mei 2023

Jumlah Penulis Lokal Terus Diperbanyak untuk Memperkaya Buku Bacaan - kompas.id

Abdi dalem Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyabudaya Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rintaiswara, menulis aksara Jawa di papan tulis saat mengajar dalam pelatihan membaca dan menulis aksara Jawa untuk para abdi dalem, Selasa (8/6/2021), di Gedung KHP Widyabudaya Keraton Yogyakarta.
KOMPAS/HARIS FIRDAUS

Abdi dalem Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Widyabudaya Keraton Yogyakarta, Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Rintaiswara, menulis aksara Jawa di papan tulis saat mengajar dalam pelatihan membaca dan menulis aksara Jawa untuk para abdi dalem, Selasa (8/6/2021), di Gedung KHP Widyabudaya Keraton Yogyakarta.

JAKARTA, KOMPAS — Perpustakaan Nasional terus berupaya memperbanyak buku bacaan dari penulis-penulis lokal di daerah. Keberadaan dan potensi penulis lokal perlu terus digali untuk dapat menulis potensi daerah masing-masing. Selain mengembangkan potensi lokal, upaya ini juga untuk memangkas disparitas antara rasio jumlah buku bacaan dan populasi penduduk.

”Menurut kami, upaya paling dasar adalah memperbanyak buku bacaan tentang hal-hal yang ada di daerah. Penulis yang paling tepat melakukan itu adalah orang lokal setempat. Perpusnas bisa membantu dengan pendampingan,” kata Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Adin Bondar saat ditemui di Jakarta, Jumat (19/5/2023).

Baca juga : Mengawal Transformasi Perpustakaan

Pada 2018, Perpusnas mencatat, rasio jumlah koleksi di perpustakaan daerah dengan jumlah penduduk di Indonesia adalah 1:90. Artinya, satu buku ditunggu 90 orang. Padahal, menurut saran UNESCO, satu orang setidaknya membaca tiga buku setiap tahun.

Di Pulau Jawa dan Bali dengan jumlah penduduk sekitar 154 juta jiwa, ada lebih kurang 11,1 juta buku sehingga rasionya 0,58. Di Sulawesi dan Nusa Tenggara, rasionya 0,63, Kalimantan 0,60, Maluku dan Papua 0,38, sedangkan Sumatera 0,10. Padahal, di Asia Timur, Eropa, ataupun Amerika Serikat, tiap orang membaca 15-30 buku setahun.

Adapun data tahun 2022 menunjukkan bahwa capaian perhimpunan serah simpan karya cetak dan karya rekam mencapai 2.939.008 eksemplar bahan perpustakaan atau buku di Perpusnas dan perpustakaan daerah.

Deretan buku yang tersimpan di rak Perpustakaan Baca di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2023).
FAKHRI FADLURROHMAN

Deretan buku yang tersimpan di rak Perpustakaan Baca di Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (11/2/2023).

Menurut Adin, pendekatan utama dilakukan dengan mendorong penulis lokal menulis buku tentang potensi daerah. Bentuk potensi daerah tersebut mulai dari wisata, budaya, kearifan lokal, hingga kuliner setempat.

Perpusnas berupa terus produktif dengan menghasilkan buku melalui safari dan pendampingan ke daerah, lomba, serta mendorong partisipasi pemerintah daerah. ”Bisa dikatakan, untuk saat ini, disparitasnya semakin kecil. Saat ini hanya sekitar 1:30. Kami akan terus konsisten sehingga disparitasnya bisa semakin kecil,” ujar Adin.

Baca juga : Indonesia Kekurangan Buku Bacaan

Safari literasi

Sejak 2022, Perpusnas menugaskan Duta Baca Indonesia Heri Hendrayana Harris bersafari ke sejumlah daerah. Dalam safari tersebut, Heri memberikan pelatihan kepada calon penulis di daerah. Pada tahun tersebut, Heri mendatangi 12 daerah. ”Dengan ruang gerak terbatas dan dengan peserta ditentukan daerah, saat itu kami hanya menghasilkan tiga judul buku,” katanya.

Kemudian, Heri melakukan safari dengan memperluas jangkauan hingga 473 daerah di seluruh Indonesia. Di setiap daerah yang dituju, dia berkolaborasi dengan pegiat literasi, forum komunitas, serta masyarakat setempat. Dari safari tersebut, ia mencetak 60 judul buku.

Keberadaan perpustakaan daerah dan perpustakaan sekolah bisa menjadi jantung pendidikan dan sarana menambah pengetahuan. Di Gresik, Jawa Timur, setiap desa diwajibkan memiliki perpustakaan mini.
KOMPAS/ADI SUCIPTO K

Keberadaan perpustakaan daerah dan perpustakaan sekolah bisa menjadi jantung pendidikan dan sarana menambah pengetahuan. Di Gresik, Jawa Timur, setiap desa diwajibkan memiliki perpustakaan mini.

Adapun pada 2023, sejak Januari hingga April, mulai dari Jakarta sampai Nusa Tenggara Timur, ia menjangkau 200 daerah dan menghasilkan 30 judul buku. ”Tahun ini kami hanya bisa bergerak hingga bulan September saja karena mendekati tahun politik, kemungkinan tidak efektif lagi kegiatan ini,” ucap Heri.

Upaya lain

Sementara itu, upaya lain juga dilakukan dengan tetap berpatokan pada pencetakan buku potensi lokal. Adin mengungkapkan, selama ini banyak potensi daerah yang belum dibukukan. Menurut dia, diperlukan kehadiran penulis lokal untuk menggali potensi daerah masing-masing.

Baca juga : Akses terhadap Bahan Bacaan Terbatas, Digitalisasi Buku Diperkuat

Upaya yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir ialah mengadakan lomba dengan menyaring masing-masing 15 penulis dalam setahun. Sebanyak 30 buku diterbitkan melalui penerbit milik Perpusnas. ”Para penulis terpilih akan diberikan berbagai pelatihan sehingga ke depan semakin produktif,” ucapnya.

Selain itu, Perpusnas terus mendorong partisipasi aktif dari pemerintah daerah. Menurut Adin, selama ini kehadiran pemerintah daerah masih rendah. Padahal, kehadiran pemerintah daerah bisa memacu penulis lokal semakin produktif menghasilkan buku.

Pegawai Dinas Perpustakaan Daerah dan Arsip Kalimantan Tengah membuat kegiatan Inovasi Literasi di Palangkaraya. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu sampai Jumat (16-18/12/2020).
KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Pegawai Dinas Perpustakaan Daerah dan Arsip Kalimantan Tengah membuat kegiatan Inovasi Literasi di Palangkaraya. Kegiatan ini berlangsung pada Rabu sampai Jumat (16-18/12/2020).

Adin mencontohkan, Pemerintah Kabupaten Magetan di Jawa Timur menghasilkan sekitar 1.000 judul buku. Sejak menjabat pada 2018, Bupati Magetan Suprawoto aktif memfasilitasi komunitas dan pegiat literasi lokal dalam mencetak buku. ”Seharusnya ini menjadi contoh pemda lain karena Perpusnas mempunyai anggaran terbatas,” ujarnya.

Baca juga : Membangun Kecakapan Literasi

Kendala anggaran

Saat ini anggaran dana menjadi salah satu penghambat ruang gerak Perpusnas. Hal ini diakui anggota Komisi X DPR, Adrianus Asia Sidot, yang menganggap anggaran dana Perpusnas terlalu kecil untuk menjangkau lebih banyak kegiatan. Saat ini, anggaran Perpusnas sekitar Rp 700 miliar, dengan alokasi anggaran 70 persen untuk pengembangan sumber daya perpustakaan dan 30 persen untuk dana operasional.

”Kami sedang mendorong Kementerian Keuangan untuk mengalokasikan anggaran lebih banyak lagi. Apalagi, dengan upaya transformasi, Perpusnas dengan kegiatan yang lebih luas tentu butuh anggaran lebih lagi,” ujar Adrianus dalam acara sosialisasi Perpusnas tentang implementasi transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial, Jumat.

Adblock test (Why?)


Jumlah Penulis Lokal Terus Diperbanyak untuk Memperkaya Buku Bacaan - kompas.id
Kelanjutan artikel disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gibran Puji Ganjar yang Pakai "Brand" Lokal, Yenny Wahid: Memang Suka dari Dulu - Kompas.com - Nasional Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar -Mahfud merespons positif soal calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gib...