Berbagai upaya terus dilakukan untuk mempertahankan dan membangkitkan sektor pariwisata sebagai salah satu yang paling terdampak pandemi. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menyebut, kondisi industri saat ini lebih berat dari tahun lalu.
Hal itu dibenarkan oleh Direktur Pengembangan Bisnis PT Hotel Indonesia Natour (HIN) Christie Hutabarat. Pada 2020, BUMN yang bergerak di bidang jasa perhotelan itu mengalami penurunan tingkat hunian kamar hingga 67 persen daripada tahun 2019.
"Tahun lalu tingkat hunian kita hanya sekitar 27 persen sepanjang tahun. Apalagi pendapatan kita 60-70 persen dari Bali, dampak pandemi ini sangat luar biasa bagi industri perhotelan," kata Christie.
Namun, pelaku industri pariwisata tak punya pilihan selain beradaptasi dengan keadaan dan mempersiapkan diri menghadapi era pascapandemi melalui sertifikasi CHSE (Cleanliness, Healthy, Safety, Environment Sustainability) yang didapat lewat penguatan standar kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan.
Christie mengungkapkan, CHSE bukan sekadar jargon. Menurutnya, CHSE adalah identitas dalam pelayanan pada industri pariwisata. Sehingga, tak sulit untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen, sekaligus mengedukasi masyarakat terkait protokol kesehatan.
"Kalau protokol kesehatan, kita di industri hotel dan restoran termasuk yang paling berkomitmen. Di awal Maret 2020 saja, kita sudah menyusun standar protokol kesehatan. Perubahannya sampai tiga kali, menyesuaikan Surat Edaran Menteri Kesehatan dan standar WHO. Kami justru mendukung PPKM Mikro yang dijalankan saat ini," kata Maulana pada Dialog Publik yang diselenggarakan KPCPEN dan ditayangkan di FMB9ID_IKP, Rabu (23/6).
Selain melakukan berbagai upaya adaptasi, stimulus dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berupa Hibah Pariwisata yang diterima sejak 2020, juga beragam bantuan lain diakui membantu pelaku industri pariwisata untuk bertahan.
"Stimulus dari pemerintah kami gunakan untuk beberapa hal, selain membantu membiayai operasional kami di masa permintaan yang rendah, juga membantu meningkatkan kualitas dari implementasi CHSE dan pelatihan tenaga kerja di HIN," ujar Christie.
Bagi pebisnis kerajian perak dan tas kulit Juliyana yang berasal dari Gianyar, Bali, kondisi pandemi memaksa dirinya untuk berinovasi. Kerajinan perak yang dulu hanya jadi aksesoris, kini dikombinasikan dengan tas kulit.
"Dampak pandemi ini sangat berimbas. Tapi kami tetap beradaptasi agar teman-teman pelaku industri kreatif di lokasi pariwisata bisa menyesuaikan karyanya dengan keadaan seperti sekarang ini," katanya.
Senada, Juliyana juga menyebut stimulus dan upaya yang dilakukan pemerintah telah mendukungnya bertahan di tengah pandemi.
"Kami banyak tertolong oleh pemerintah yang sering mengadakan pelatihan pemasaran produk secara digital. Kita tentu harus terus beradaptasi dengan keadaan pandemi seperti saat ini. Terutama untuk membangkitkan kembali semangat pengrajin perak untuk melewati pandemi ini secara bersama," kata Juliyana.
(rea)Kisah Pelaku Pariwisata Lokal Bertahan Dihantam Pandemi - CNN Indonesia
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar