Rechercher dans ce blog

Sabtu, 13 Maret 2021

Asa Serial Lokal Jadi Raja di Dalam dan Luar, Bak Drama Korea - CNN Indonesia

Jakarta, CNN Indonesia --

Di tengah deras arus sinetron kejar tayang pada 2017, hadir Switch yang disebut-sebut sebagai pionir serial lokal pada wadah streaming atau over the top (OTT) media service di Indonesia.

Tak seperti sinetron, serial ini mengadopsi konsep tayangan OTT lainnya, yaitu dengan episode terbatas dan tersedia di layanan streaming.

Cerita serial yang digarap Nia Dinata ini sederhana, tentang dua sahabat yang jiwanya tertukar. Meski ada beberapa kekurangan, Switch terbilang sebagai serial lokal dengan penggarapan cukup matang.


Country Manager Viu Indonesia, Varun Mehta, yakin serial itu akan menarik pelanggan baru Viu yang baru beroperasi di Indonesia mulai 2016. Menurutnya, kala itu hampir tidak ada platform streaming legal yang menyajikan konten Asia, apalagi serial lokal.

"Konten Asia Tenggara dan Asia tidak ada dalam satu destinasi (layanan streaming) di Indonesia. Kami main di sana. Kami tidak main konten Barat. Netflix yang masuk Indonesia juga di tahun 2016 sudah main konten Barat," katanya kepada CNNIndonesia.com saat wawancara virtual beberapa waktu lalu.

Ia memandang bahwa untuk mendapat pelanggan lokal, dalam hal ini Indonesia, Viu harus membuat konten lokal. Di saat yang sama, Viu juga menyiapkan layanan ramah pelanggan.

Setidaknya, setiap tahun mereka memproduksi satu serial lokal, seperti The Publicist (2017), Halustik (2018), Sunshine (2018), Knock Out Girl (2018), Assalamualaikum Calon Imam (2019), dan serial adaptasi bertajuk Pretty Little Liars (2020).

HalustikHalustik. (Tangkapan Layar YouTube Viu)

Usaha Viu menarik pelanggan Indonesia dengan konten lokal membuahkan hasil. Platform streaming asal Hong Kong ini menempati peringkat lima dalam laporan App Annie tentang 10 aplikasi hiburan teratas di Indonesia berdasarkan pengguna aktif bulanan.

Pencapaian Viu mengalahkan platform streaming lain, MAXstream (Telkom Indonesia), yang berada di peringkat enam. Kemudian Hooq -- yang kini sudah bangkrut -- berada di peringkat delapan, disusul Iflix pada peringkat sembilan, dan Netflix di peringkat 10.

Jelas, Varun merasa senang dengan laporan tersebut. Namun, laporan itu juga tidak bisa menjadi satu-satunya tolok ukur keberhasilan lantaran menurutnya, industri streaming di Indonesia masih belum benar-benar stabil.

"OTT ini masih sunrise. Saat ini, baru lima tahun pertama. Pengalaman saya, lima tahun pertama itu penentuan, apakah industri ini reliable (bisa diandalkan) atau tidak, kemudian apakah pemainnya serius atau tidak," ungkap Varun.

Pada 2017, Hooq juga membuat serial bertajuk Brata yang juga menjadi salah satu pionir serial lokal. Tak lama setelah itu, Iflix membuat serial lokal bertajuk Magic Hour: The Series pada akhir 2017.

Makin lama, kian banyak serial lokal yang diproduksi berbagai platform streaming di Indonesia. Pada 2019, misalnya, platform streaming GoPlay lahir dan turut memproduksi serial lokal bertajuk Filosofi Kopi The Series dan Namanya Juga Mertua. Mereka juga membuat Saiyo Sakato.

Gina S Noer berhasil menggarap serial Saiyo Sakato dengan baik. Serial drama komedi ini memiliki naskah yang baik, cerita yang natural dan pembentukn serta pengembangan karakter yang baik.Saiyo Sakato. (Dok. GoPlay)

CEO GoPlay, Edy Sulistyo, menjelaskan bahwa platform streaming yang ia pimpin dibuat agar bisa menjadi rumah bagi sineas lokal di negeri sendiri. Jumlah layar bioskop yang terbilang sedikit di Indonesia menjadi salah satu alasan pergerakan sineas terbatas.

"OTT lebih cocok dengan konten serial, dalam hal ini serial lokal, dan memberikan banyak playground untuk sineas. Ketika kami pertama kali lahir di tahun 2019, kami merasa bahwa ini waktu yang tepat," kata Edy.

Bila diperhatikan, kelahiran serial lokal di berbagai platform streaming yang beroperasi di Indonesia membutuhkan waktu cukup lama, kurang lebih lima tahun. Dalam lima tahun belakangan, baru terdapat kurang lebih 20 serial lokal.

Akademisi Fakultas Film dan Televisi (FFTV) Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Satrio Pamungkas, mewajarkan hal tersebut. Salah satunya penyebabnya adalah transisi penonton dari televisi ke platform streaming yang membutuhkan waktu.

"Selain itu, kan ingin membuat serial yang laris dan disukai banyak orang. Kalau mau buat serial lokal yang berkualitas, kan juga butuh waktu. Tapi menurut saya, platform streaming yang membuat pionir serial lokal itu berani," kata Satrio.

Mimpi serial lokal menjamah pasar global bisa dibaca di halaman selanjutnya...

Mimpi Serial Lokal Jamah Pasar Global bak Drama Korea

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Let's block ads! (Why?)


Asa Serial Lokal Jadi Raja di Dalam dan Luar, Bak Drama Korea - CNN Indonesia
Kelanjutan artikel disini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Gibran Puji Ganjar yang Pakai "Brand" Lokal, Yenny Wahid: Memang Suka dari Dulu - Kompas.com - Nasional Kompas.com

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar -Mahfud merespons positif soal calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2 Gib...