Jalan Braga memang menjadi primadona Kota Bandung. Jalan yang selalu diserbu wisatawan. Braga memang memesona.
Di balik pesona Jalan Braga, banyak ragam kisah perjuangan warga Kampung Braga untuk bisa tetap hidup. Warga Kampung Braga menolak dipinggirkan dari ramainya Jalan Braga.
Mereka membentuk komunitas Galur Braga, akronim dari Jaga Lembur Braga. Mereka bahu-membahu, saling berjuang untuk tetap bertahan. Angin segar datang setelah adanya peresmian Kampung Wisata Braga. Tapi, itu hanya angin lewat. Faktanya, konsep kampung wisata tak berjalan maksimal.
Warga Braga tak ingin hanya menjadi penonton di tengah perputaran ekonomi yang kencang di ruas Jalan Braga. Mereka ingin ambil peran.
"Berdirinya Galur ini supaya kita tidak jadi penonton doang," kata pengurus RW 08 Kampung Braga Darmawan alias Kang Apuy saat berbincang dengan detikJabar, Senin (19/12/2022).
Kampung wisata kreatif Braga Foto: Sudirman Wamad/ detikJabar
|
Kang Apuy kemudian bercerita memori manis warga Braga. Ia menyebut Braga dulu memberi penghidupan bagi kepengurusan RW. Imbasnya, pemberdayaan warga bisa berjalan.
"Kita tak punya anggaran untuk melaksanakan ide-ide kita. Pengin sebenarnya, pengin Braga seperti dulu, ada festival Braga. Ada panggung-panggung di mana-mana," ucap Kang Apuy.
Kang Apuy menyebut saat ini kegiatan itu vakum. Selain itu, kegiatan culinary night di Braga yang juga sempat ada pun hilang. Faktor perizinan yang menjadi penyebabnya.
"Sekarang kami berjuang dari jualan, berdagang, ada yang jual lukisan dan lainnya," tutur Kang Apuy.
"Kalau untuk menghidupi kampung wisata, jujur butuh pendanaan. Butuh pelatihan untuk menjahit, tari dan seni lukis," jelas Kang Apuy.
(sud/orb)Warga Lokal Ogah Hanya Jadi Penonton di Keramaian Jalan Braga - Detikcom
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar