KLATEN – Desa tangguh bencana yang ideal, harus memiliki kearifan lokal yang dikolaborasikan dengan data sains. Namun, latihan atau simulasi kebencanaan juga mesti dilakukan untuk menguatkan respons masyarakat apabila terjadi bencana.
“Kalau kita mau buat desa tangguh bencana harus ada kearifan lokalnya. Maka banyak masyarakat di sekitar areal yang rawan bencana itu sebenarnya mereka sangat paham. Tinggal data sains ini kita gabungkan, kolaborasi sehingga mereka bisa berjalan,” kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, pada puncak peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) 2022 di Taman Ledok Sari (Talesa) Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Selasa (26/4/2022).
Menurut Ganjar, kearifan lokal masyarakat memiliki kekuatan dalam membaca tanda-tanda bencana, dan apa yang harus dilakukan. Kearifan lokal itu juga berupa sistem tanda peringatan yang disampaikan dengan cara yang beragam, misal bunyi kentongan.
Ganjar mencontohkan, di sekitar lereng Gunung Merapi, masyarakat telah hidup ratusan tahun dengan potensi ancaman erupsi yang datang sewaktu-waktu. Namun mereka memiliki cara sendiri untuk mengetahui tanda-tanda bencana akan terjadi.
“Saya sampaikan terima kasih karena hari ini komplet seluruh pejabat datang untuk melihat kesiapsiagaan kita, dan momentum yang besar adalah Merapi. Ini menjadi penting karena banyak wilayah yang melingkupi dan aktivitasnya cukup tinggi. Tidak hanya itu, kita juga mesti betul-betul tahan, betul-betul siaga, dan dari Balerante di Klaten ini kita diminta untuk siap siaga bencana secara keseluruhan,” ujar Ganjar.
Dia menyampaikan, data sains yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan, harus diinformasikan secara terus-menerus. Sehingga masyarakat dapat siaga dan cepat merespons seandainya terjadi bencana.
“Info BMKG menjadi penting untuk harian sebagai data sains, untuk kita ambil keputusan. Tapi sisi lain tadi kepala BNPB juga sudah memerintahkan kita, masyarakatnya latihan. Latihan ini yang melatih respons kita terhadap bencana bisa cepat,” ungkap gubernur.
Konsep desa tangguh bencana tersebut ternyata juga mendapat dukungan dari Kedutaan Besar Australia. Mereka mendukung dengan kerja sama terkait ketahanan yang sifatnya lokal. Bahkan Kepala BNPB Letjen Suharyanto juga berpendapat, pembangunan sadar bencana perlu kolaborasi pentahelix di segala lini. Kekuatan lain adalah modal sosial berbasis kebudayaan lokal, berupa kesetiakawanan, gotong royong, dan tolong menolong.
“Itu menarik karena persis dengan apa yang kita dapatkan dan kita rasakan,” bebernya.
Ide lain yang menurut Ganjar brilian dalam membangun kesiapsiagaan bencana adalah praktik desa kembar tangguh bencana di Kabupaten Magelang. Program tersebut saat ini sedang coba direplikasi di tempat-tempat lain. Tujuannya agar masyarakat sudah tahu apa yang harus dilakukan seandainya terjadi bencana.
“Kalau terjadi suatu bencana, kita tidak perlu repot lagi karena mereka sudah tahu harus lari ke mana, naik mobil siapa, ketemu di keluarga siapa, dan keluarga yang akan menerima itu akan lebih enak. Mungkin tidak perlu di tempat pengungsian, mungkin mereka bisa langsung berhubungan dengan masyarakat yang menjadi mitranya, kembarannya. Itu ide yang menurut saya brilian,” tandas Ganjar. (Humas Jateng)*ul
Desa Tangguh Bencana Versi Ganjar: Gabungkan Kearifan Lokal dengan Data Sains - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar