JAKARTA, KOMPAS.com - Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) mendukung apa yang dilakukan pemerintah dalam rangka penyediaan kedelai.
Ketua Umum KTNA M. Yadi Sofyan Noor mengatakan, sejauh ini 90 persen kedelai Indonesia impor.
“Jadi temen-temen KTNA rapat se-Indonesia kemarin, kita katakan siap dukung Kementerian Pertanian (Kementan) karena selama ini kan kedelai kita lebih banyak impor, data yang kita pegang kan 90 persen kedelai kita impor dan itu tidak kita sadari selama ini. Makanya kita akan bersama-sama merumuskan ambil langkah seperti tahun 1992 kita pernah lakukan itu, supaya petani bisa mencukupi kebutuhan kedelai,” ujarnya dalam siaran persnya, Selasa (1/3/2022).
Baca juga: Harga Kedelai Tinggi, Ini Respons Pemerintah
Yadi menyebutkan dari hasil konsolidasi dengan anggota KTNA pada intinya petani meminta pemerintah melakukan pengendalian impor dan memberikan jaminan harga kedelai lokal.
Petani meminta adanya jaminan harga untuk keberlanjutan produksi kedelai lokal.
Hal ini salah satunya disampaikan oleh Ali, petani sekaligus ketua KTNA Grobogan. Ali mengaku saat ini harga kedelai bisa dikatakan sedang bagus, petani pun mulai menanam kembali kedelai.
“Petani perlu adanya jaminan harga. Jika harga menguntungkan tanpa diberi bantuan pun saya yakin petani akan semangat kembali menanam kedelai,” ujar Ali.
Grobogan adalah salah satu sentra kedelai di Indonesia, petani di sana sudah menerapkan sistem pertanaman kedelai yang lebih efisien dengan provitas yang dicapai sudah tinggi sekitar 2,5 ton per hektar.
Baca juga: Ini Biang Kerok Petani Ogah Menanam Kedelai Lokal
Menurut Ali, kenaikan harga kedelai mulai di tahun 2019 akibat dampak pandemi Covid-19.
Tahun 2019 pertanaman kedelai di wilayahnya sekitar 10-15 persen dari areal yang tersedia seluas 28.000 hektar. Tahun 2020 ada sedikit peningkatan harga.
Kemudian Tahun 2021 sudah 40-50 persen dari areal yang ada. Tahun 2022 ia memperkirakan 70 persen dari luas areal tertanam kedelai lagi. Ali menegaskan perlunya mengoptimalkan benih yang berkualitas.
Menurut dia, apabila bantuan benih bisa ditingkatkan menjadi 60 kilogram per hektar dengan daya tumbuh minimal 85 persen, maka akan bisa dicapai produksi 2,5 ton per hektar.
“Kalau benih tidak berkualitas maka hasil per hektar juga tidak akan terpenuhi,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua KTNA Blora Sudarwanto mengamininya. Baginya kepastian pasar dan harga sangat penting.
Baca juga: Kata Mendag, Miliaran Babi di China Bikin Kedelai Impor RI Jadi Mahal
Ia juga menekankan keterbatasan benih kedelai dengan masa dormansi yang sangat pendek yaitu 1 bulan menjadi hal yang perlu diperhatikan bersama.
"Untuk budidaya kedelai, saat ini kami akan mengembangkan tanam kedelai 'sistem methuk' di Blora, khususnya untuk kedelai hitam. Jadi bulan Oktober tanam jagung, lalu 1 bulan mau panen bawahnya disemprot herbisida untuk ditanam kedelai kemudian, saat panen jagung, maka kedelai mulai tumbuh,” jelas Sudarwanto.
Terkait kenaikan harga kedelai ini, Widodo penangkar kedelai dari LMDH Blora menyatakan saat ini masyarakat di LMDH sudah gemar tanam kedelai, karena harga yang sedang bagus.
“Kendala saat ini musim hujan, panen kurang optimal, selain itu alsintan juga baru punya 1 threser. Namun demikian petani disini sedang semangat tanam kedelai, bahkan ke depan saat masa tanam 2 kami akan mengajukan bantuan benih seluas 40 hektar untuk pertanaman bulan Maret dan April,” ujarnya.
Baca juga: Usulan Subsidi untuk Redam Harga Kedelai, Cips: Tidak Akan Efektif
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Soal Kedelai Lokal, Petani Minta Pengendalian Impor dan Jaminan Harga - Kompas.com - Kompas.com
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar