Pati, Gatra.com- Menu pengganjal perut itu tertata ala kadarnya di papan gerobak kayu khas angkringan yang biasa ditemui di pinggiran. Ada macam gorengan, cemilan kacang, pepes usus, aneka kudapan tusuk, serta seabrek nasi kucing. Semuanya tersedia dan siap menemani secangkir kopi, yang diseduh langsung di hadapan si pemesan.
Sejumlah pelanggan pun dipersilahkan duduk senyamannya, pada kursi panjang tanpa sandaran di hadapan tiga cerek yang terus mengebul sejak jam 14.00 WIB. Dengan pengapian dari bara arang, alat menjerang air itu akan selesai difungsikan pada 21.00 WIB. Lantaran Kabupaten Pati, Jawa Tengah masih mengimplementasikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Berbeda dengan angkringan kebanyakan. Angkringan yang oleh pemiliknya, Ahmad Salam dinamai Angkringan Joss, hanya menyediakan kopi olahan sendiri. Sehingga wajar jika tak didapati juntaian kopi instan.
Berbagai racikan kopi khas kafe pun ditawarkan di angringan yang berlokasi timur pabrik gula (PG) Trangkil ini. Sehingga muskil dijumpai di tempat lain. Terlebih, Salam telah melakoninya selama tiga tahun.
Begitu pesanan datang, segera ia memainkan peranan. Kemampuan menangani air panas, kopi, dan susu dengan alat-alat seperti Franc Press, Shaker, hingga Milk Jug dipertontonkan.
Tak berapa lama, espresso, caffe macchiato, latte, cappuccino, atau nama-nama asing yang biasa terpampang pada buku menu di Coffee Shop pun siap menghangatkan pemesan.
Bahkan jangan kaget, jika kopi pesananmu ada gambar hati atau mungkin kuda poni? Mengingat, barista satu ini memiliki keahlian melukis foam di atas kopi atau biasa dikenal dengan latte art (kopi art).
"Dulu sempat ikut pelatihan barista, dari situ terus asah kemampuan. Setelah bereksperimen terus-menerus dan mendapatkan komposisi dan rasa yang sesuai lidah pelanggan, mulai saya berani tawarkan. Alhamdulillah, malah makin ramai," kata Salam, Sabtu (11/9).
Tentunya, racikan tersebut memanfaatkan kopi robusta. Di mana perkebunan jenis kopi ini memang banyak terdapat di kawasan triangle Pegunungan Muria yang meliputi Kabupaten Pati, Kudus, dan Jepara.
Meski menjajakan menu kopi kebaratan, ia mengadopsinya dengan cara dan perlakuan tradisional. Terlebih menyesuaikan dengan lidah lokal. Walau, ia akan dengan seksama mendengarkan selera calon penikmat kopinya. "Kita jualnya per gelas lumrahnya angkringan saja, mulai dari Rp4.000-7.000," ujar warga Desa Pasucen, Kecamatan Trangkil itu.
Selain membuka angkringan, Salam juga memproduksi kopi serbuk dalam kemasan 150 gram yang dilabeli Kopi Joss. Mulai dari pemilihan bijih kopi, proses produksi, hingga pemasaran ditanganinya sendiri.
Secara kumulatif produksi bubuk kopi bikinannya yang laku terjual mencapai 350 kilo gram setiap bulannya. "Kita pakainya kopi di Pegunungan Muria yang masuk wilayah administrasi Pati. Komposisi, 90% petik merah. Kita buatnya medium to dark," imbuh Salam.
Kawasan Muria dari zaman Belanda memang masyhur sebagai pengasil kopi terbaik. Dibuktikan dengan berdirinya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX Jollong. Dan bahkan, perkebunan kopi itu sudah ada sejak tahun 1895 silam. Setidaknya terdapat 233 hektare lahan tanaman kopi terhampar di perkebunan tersebut.
Manajer PTPN IX Jollong, Iryanto menyebut, tiap tahunnya berton-ton biji kopi produksi pabrik yang terletak di lereng Muria ini diekspor ke negara luar, utamanya ke negeri kincir angin, Belanda. "Karena kebun kopi peninggalan Belanda. Jadinya, biji kopi dari sini utamanya dikirim ke sana. Mereka lebih menyukai kopi Jollong ini," jelasnya.
Sekali mengolah, pabrik tersebut mampu memproses 20-30 ton buah kopi yang baru dipetik. Untuk kemudian melalui sejumlah tahapan, hingga diperoleh biji kopi yang benar-benar berkualitas dan layak dikirim ke negara luar. "Pertama buah kopi merah masak dimasukkan bak sypon untuk disortir. Artinya untuk memisahkan buah kopi yang baik dan tidak. Buah kopi yang baik berwarna merah," lanjutnya.
Kemudian kopi yang lolos sortir dikupas, cuci, dikeringkan, diselaraskan kadar airnya, pemisahan kulit tanduk dan kulit ari, dibersihkan dari debu, dikelompokkan sesuai ukuran, disortasi, untuk kemudian dikemas. Semua proses tersebut menggunakan mesin yang tergolong baru dan higienis.
"Jika biji kopi sudah terpisah sesuai ukurannya, lalu biji kopi akan dikemas dan dimasukkan gudang dan siap dikirim untuk keperluan ekspor. Selain itu, kita juga jual bubuk kopi untuk pasar lokal," terangnya.
Secangkir Kopi Ala Barat dengan Sentuhan Lokal | Gaya Hidup - Gatra
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar