JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia (BI) terus memperluas pelaksanaan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal atau local currency settlement (LCS).
Yang terbaru, bank sentral mengimplementasikan LCS dengan bank sentral China, People's Bank of China (PBC).
Direktur Eksekutif, Kepala Departemen Internasional BI Doddy Zulverdi mengatakan, pelaksanaan dan perluasan implementasi LCS merupakan salah satu strategi bank sentral untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui penguatan pasar valuta asing (valas) dalam negeri. Dalam pelaksanaannya, Doddy menegaskan, bank sentral tidak melakukan perlakuan khusus terhadap suatu negara.
Baca juga: 12 Bank yang Fasilitasi Transaksi RI-China Pakai Rupiah dan Yuan
"Kerja sama LCS dengan Tiongkok bukan lah yang pertama. Jadi tidak ada sama sekali kekhususan dengan Tiongkok dan negara lain, tidak," kata dia, dalam Taklimat Media BI, Rabu (8/9/2021).
Doddy mengakui, saat ini pasar valas dalam negeri masih didominasi oleh dollar AS. Ini membuat nilai tukar rupiah menjadi sangat sensitiv terhadap pergerakan mata uang dominan tersebut.
"Kita tahu selama ini perdagangan kita boleh dibilang 90 persen dengan hampir semua negara, dengan Jepang pakai dollar AS, dengan Malaysia pakai dollar AS, dengan Thailand pakai dollar AS, dengan Tiongkok juga pakai dollar AS. Sehingga permintaan dollar AS kita luar biasa," tuturnya.
Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email
"Itu membuat kita pasar valas kita sensitif dan nilai tukar kita juga fluktuatif, volatile," tambah Doddy.
Oleh karenanya, LCS diimplementasikan untuk mengurangi ketergantungan negara terhadap dollar AS, dengan cara menyelesaikan transaksi bilateral dengan menggunakan mata uang kedua negara.
Ini diharapkan mampu mendorong penggunaan mata uang lokal, dan pada saat bersamaan mengurangi penggunaan dollar AS.
Adapun saat ini BI telah bekerjasama dengan empat negara dalam pelaksanaan penggunaan mata uang lokal, yakni Malaysia, Thailand, Jepang, dan China. Besarnya transaksi dagang dengan keempat negara ini menjadi salah satu alasan bank sentral terlebih dahulu menjalin kerja sama, dibanding dengan negara lain.
Baca juga: China Bakal Rilis Yuan Digital, Layanan Cadangan untuk AliPay dan WeChat
"China adalah negara mitra dagang terbesar kita. Jepang juga mitra dagang terbesar, sekaligus mitra investasi terbesar. Sementara kalau dari kawasan ASEAN tentu saja bagian dari kerja sama ASEAN, dan kebetulan Malaysia dan Thailand negara mitra dagang utama di kawasan, jadi kita dahulukan," tutur Doddy.
Perluasan kerja sama LCS dengan negara lain dipastikan berlanjut. Meski belum bisa mendetail calon negara mitra LCS, Doddy menyebutkan, bank sentral akan terus memperluas kerja sama ini, dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan rupiah terhadap dollar AS.
"Dengan cakupan kegiatan ekonomi kita yang sangat luas, dan sementara kerja sama LCS kita masih terbatas, tentu kita akan berupaya memperluasnya," ucap dia.
BI: Tak Ada Perlakuan Khusus dalam Pelaksanaan Kerja Sama Mata Uang Lokal dengan China - Kompas.com - Kompas.com
Kelanjutan artikel disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar